Rabu, 08 Agustus 2012

Kang Mas Tuxedo Bertopeng featuring Sailor Mercury KW Abal-abal


Kang Mas Tuxedo Bertopeng featuring Sailor Mercury KW Abal-abal

Apa jadinya kalau kita terpesona pada orang yang tidak pernah kita tahu bentuk wajahnya? Tapi dia udah buat kita jadi susah tidur, gregetan pengen cepet malem dan pengen denger suaranya lagi, salting sendiri pas hape bergetar dan berharap dia yang telepon atau sms, semua lagu seolah mewakili perasaan dan penyanyinya seakan memang sengaja menyanyikan  lagu cinta khusus untuk kita, dan beberapa bentuk ketidakberesan tingkah laku orang pada saat jatuh cinta –no, just terpesona!- lainnya.

Kalau kamu belum pernah merasakan hal itu, mari aku bagikan rasa membuncah kasmaran terpesona terkenyong-kenyong itu pada kalian. Karena aku sudah -sedang- merasakannya!

Berawal dari situs jejaring sosial, facebook, kita ketemu karena ternyata dia adalah saudara dari teman kantorku. Padahal, dia juga dulunya kuliah di tempat yang sama tapi beda jurusan dengan aku. Wisuda juga pada periode yang sama. Tapi anehnya, selama dia menghabiskan waktu kurang lebih lima tahun kuliah, kita tidak pernah sekalipun bertemu.

Bahkan parahnya, dia juga sering main ke kantor sekedar jemput atau nganter temenku ngantor! Aneh bukan? Memang aneh, seaneh perasaanku sekarang. Jatuh cinta (yeeahh! Simpati deh rasanya ciinn!) untuk kesekian kali, salahkah? Kata temanku, sah saja asal dengan orang yang sama. Tapi apa jadinya kalau jatuh cinta pada new comer? Nah, ini juga yang membuat dilema karena memang semuanya datang disaat yang tidak tepat. Terlalu terlambat memang! Karena hati kita sudah dikavling orang lain.

Tapi kadang ragu juga, apakah ini murni jatuh cinta (terpesona beibeh!) atau sekedar kagum -karena kita berdua sering dilanda penyakit galau-. :)
Terlalu cepat untuk men-judge kalau ini cinta atau sebuah rasa simpati saja? Berarti pertanyaan dan pernyataan diawal tadi perlu diralat dan diklarifikasi kebenarannya! :D

Menghabiskan tengah malam dengan candaan khas remaja -padahal umur kita sudah diambang batas menuju hari tua dan segera meninggalkan masa remaja-. Ngobrol kesana-kemari tentang banyak hal. Mulai diskusi serius tentang novel, guyon yang gak jelas ujungnya, curhat masa lampau, sampai cerita tentang masa kejayaan saat kuliah dan periode keemasan pada saat kita -ternyata- merupakan penggemar serial kartun Sailormoon.


Dia yang mengidolakan Tuxedo Bertopeng a.k.a Mamoru dan aku dengan bangganya lebih memilih menjadi Sailor Mercury a.k.a Ami Mitshuno. Pasti kalian heran, mengerutkan kening, alis, hidung, bulu mata, dsb... dan berakhir dengan pertanyaan, "kok gak milih jadi Sailormoon-nya? Kan pasangan Mamoru itu Usagi Tsukino?".

Aku kurang begitu suka dengan Usagi yang cengeng dan hanya bisa kedip-kedipin mata aja tiap ada Mamoru dan berubah menjadi tolol super duper pada saat diajak ngobrol Mamoru. Aku tidak ingin seperti itu. Aku ingin menjadi sosok dewasa yang tenang dan menghanyutkan pada saat marah seperti air -kekuatan dari sailor Mercury-.

Endingnya, aku malah suka menyebutnya sebagai Tuxedo bertopeng. Walau sebenarnya aku juga tidak pernah tahu apakah dia kerap mengenakan jubah hitam dan memakai topeng pas di kantor.

Jika dilakukan tes tingkat ke-akurat-an model perhitungan statistik macam apa pun dan bila dihitung menggunakan sempoa atau kalkulator tercanggih, hasilnya akan NOL BESAR kalau ia akan memakai jubah kebesaran Mamoru! Ho diterima Ha ditolak! Ketidakmungkinan diterima, pemakaian jubah ditolak!

Back to Tuxedo Bertopeng ala pribumi! Aku merasa nyaman ngorol apa pun dengan dia, tanpa harus menjadi orang lain yang sok jaim dan mencoba mengatur tenggorokan sedemikain rupa demi menghasilkan nada suara yang merdu! Tidak beibeh! Bukan aku banget! Begitu membahagiakan bukan kalau kita bisa menjadi our self dan bertemu dengan orang yang nyambung dengan topik yang akan kita bahas?

Aku bebas mengeluarkan suara cempreng pas teriak dan suara kodok pas serius. Sampai kadang suara menjadi bernada tidak jelas akibat timbul tenggelam, karena memang kita ngobrolnya cuma lewat telepon dan kita mau tidak mau harus tunduk pada kekuatan sinyal dan harus sesering mungkin mengubah posisi kita pas teleponan.

Capek dengan posisi telentang, aku merubahnya menjadi posisi miring. Capek miring, sekarang beralih ke duduk tegak. Bosan tegak, bantal lapis tiga dibuat sandaran. Bantal melorot, punggung kembali mengambil alih peran posisi yang lainnya -telentang lagi, miring lagi, duduk lagi, tegak lagi, dan capek –tapi asyik!-.:D Hal ini dilakukan karena hanya ingin mencapai PW -posisi wuuenak- tingkat ubun-ubun.

Back to perasaan yang aneh ini! Apakah ini selingkuh? Menurut sebuah situs yang di dalamnya juga membahas tentang 'perasaan', dikatakan bahwa -aku menangkapnya kurang lebih seperti ini- "selingkuh, tidak harus melakukan hubungan fisik. Membagi cerita yang membuat kita jadi berbunga-bunga juga merupakan tindakan perselingkuhan. Hal ini dikarenakan ada sebuah bentuk penghianatan terhadap pasangan". Hubungan fisik? Penghianatan? Wow, terdengar begitu menyeramkan pemirsa! Padahal, membagi cerita dengan orang lain dengan perasaan berbunga-bunga sebenarnya --lagi-lagi menurutku-- hal yang wajar saja. Bisa jadi pacar kita tidak terlalu ‘ngeh atau kurang paham tentang Sailormoon dsb, dll, dst kan? Jadi apa salah kalau kita membahas topik tertentu dengan orang tertentu juga? Toh, selama kita ngobro juga tidak ada kata 'cinta','sayang','beibeh',’honey’,’sweety’ atau nickname of love lainnya. Apalagi bicara tentang masa depan, next or future? Tidak sampai sejauh itu kawan!

Kita biasa saja, bahkan saling menghormati satu sama lain. Aku merasa kalau mungkin aku lebih cocok dijadikan teman dibanding pacar, apalagi dia sempat bilang, "kamu itu rame, lucu juga!". Ya memang, karena setiap kali ngobrol, aku yang mendominasi! :D Dia hanya urun atau numpang 'Ehm, owh, iya, he-eh, hehehe', atau kadang dia menyelipkan 'Huuatssiii' -tanda bersin, atau 'uhuuk grreeekk' -tanda batuk yang agak menyiksa tenggorokan, atau kadang juga ada suara 'hhhuft' -mungkin ini mendesah ya?-.

Nah, sekarang aku mau melanjutkan membayangkan wajah pacarku yang melekat di hati dan kemudian dikomparasikan dengan wajahnya yang nempel di pikiran . Bebas kan? Karena mimpi, melamun, dan membayangkan sesuatu adalah hak asasi kita, selama tidak menganggu kepentingan orang lain. Menurut kalian?

:)

Apatis

Setiap mendengar kata ‘cinta’ atau melihat ‘orang pacaran’ atau datang ke acara ‘nikahan’, secara tiba-tiba -dan lebih terkesan otomatis-, kuping terasa panas, kepala mendidih, hati terbakar, dan berakhir menjadi hangus. Gosong di sekujur tubuh kemudian menjadi kerak hitam yang membandel. Kalau kalian melihat kerak di bawah wajan atau panci, apa yang akan kalian lakukan? Pasti ingin menggosok dengan abu, sabun colek atau apa pun kan? Jika masih membandel saja, kalian pasti geregetan ingin mencongkel memakai pisau, obeng, bahkan kalau bisa pakai linggis sekalian. Aku juga sudah pernah melakukan seperti itu temans! Pernah mencoba membersihkan dengan cara yang halus, persuasif, preventif, dan segala tindakan berkonotasi positif lainnya. Selanjutnya aku juga pernah berusaha mencongkel kerak yang melekat di tubuhku sendiri menggunakan alat yang ekstrim (yang bisa memasukkanku dengan mudahnya ke penjara).

Baik, mungkin kalian akan pusing dengan keluhan-keluhan ini. Tapi ada baiknya kalau kalian dengarkan penjelasanku terlebih dahulu! Tapi aku ingin teriak dulu ya! Boleh kan? Kalian harus jawab BOLEH. Baik, satu…dua…tiga…AAARRKKKKGGGGGGHHHHH!!!! Huft, oke aku mula cerita!

Kalau kalian bicara tentang cinta, pacaran, atau pernikahan, baik…aku akan tutup kuping dengan segera! Kalian tahu, tingkat kepercayaanku terhadap tiga kata itu sudah berada pada titik terendah, nol derajat celcius –atau bahkan sudah melewati, minus!-. Kalian pasti bertanya, sebegitu bencikah aku terhadap ketiganya? Aku jawab, -untuk saat ini- IYA.
Sebelumnya, aku akan bertanya terlebih dulu pada kalian. Bagaimana perasaan kalian, jika pacarmu, kekasihmu, tunanganmu, atau calon istrimu yang berada di luar kota, ternyata membagi hati dengan orang lain? Berarti aku 50, lelaki itu juga dapat 50 kan? Impas! Tapi kalau dibagi untuk tiga orang? Masing-masing mendapatkan 1/3 bagian. Jatah tiap orang semakin sedikit. Berarti porsiku juga menipis. Betul kan? Kemudian aku tanya lagi, apa yang akan kalian lakukan untuk mengatasinya? Menghabisi lelaki itu, menampar pacarmu, atau tinggalkan saja semua? &^%$@#$()*/

Baik, mungkin kesalahan bukan murni dari pacarku, kekasihku, tunanganku, atau calon istriku –sehingga dia memutuskan untuk membagi hati-. Aku juga turut andil terhadap ‘ulah’ pacarku, kekasihku, tunanganku, atau calon istriku itu. Aku akui kalau kami memang jarang berbagi karena terpisah jarak. Selain itu, aku juga bukan tipe pria romantis (aku tidak bisa menulis puisi seperti Khalil Gibran, tidak pernah berlutut memberi bunga, mengatakan ‘I love u’ setiap saat, atau merayu ala Shah Rukh Khan dalam film Indianya!). Aku adalah jenis pria yang termasuk dalam komunitas pria cuek.
Tapi tolonglah pacarku, kekasihku, tunanganku, atau calon istriku, aku sebenarnya bisa menunjukkan dan membuktikan kalau hubungan kita baik-baik saja, tetapi dengan cara yang berbeda. Caranya adalah, aku tidak membagi hati ini dengan wanita lain. Tapi pacarku, kekasihku, tunanganku, atau calon istriku, ternyata kamu memiliki prinsip yang berbeda. Menurutku, kamu berprinsip “Kalau kamu cuek, jangan salahkan aku kalau aku lebih suka mencari perhatian orang lain”.


Tapi itu semua tidak perlu dibahas lagi pacarku, kekasihku, tunanganku, atau calon istriku. Sekarang kita sudah berpisah. Kamu tahu, apa yang aku lakukan setelahnya? Merokok berpak-pak, ternyata belum bisa mengurangi stress ini. Aku coba yang sedikit lebih berat. Aku habiskan berbotol-botol minuman keras, dari mulai harga yang sedikit mahal, standar, sampai oplosan (yang ternyata rasanya seperti rendaman bangkai, cuuih!). Cara ini ternyata belum sepenuhnya ampuh. Selanjutnya aku memilih untuk menghabiskan waktuku  berteman dengan beberapa pil, obat, serbuk, dan jarum suntik. Aku juga kerap menyimpan beberapa helai daun di dompet. Takut sewaktu-waktu kalau lagi butuh!

Coba kalian beri solusi, pantaskah kalau mengalihkan rasa stress dengan hal seperti itu? Pasti kalian akan serempak menjawab TIDAK. Iya kan? Menurut kalian aku harus lari kemana? Pasti kalian juga serempak –lagi- akan menjawab TUHAN. Iya kan?

Wah,,,jangan bicara tentang Tuhan! Aku takut –eh, lebih tepatnya malu-. Aku belum pernah mencoba dekat dengan-Nya. Coba kalian pikir, bagaimana mungkin kalau aku mendekati Dia, pada saat aku lagi stress? Doa apa yang harus aku rapalkan? Menjalankan lima waktu saja nol. Seminggu sekali beribadah, kalau ingat dan sempat. Setahun sekali pun, kebetulan menghormati lingkungan sekitar pas lebaran. Nah, betapa menjijikkannya aku, kalau aku dengan PD-nya menghadap Dia saat keadaan kacau begini. Aku malu!

Sampai suatu saat aku mencoba bangkit. Kata anak gaul zaman sekarang move on –eh, bener kan tulisannya?-. Tapi aku pakai Bahasa Indonesia saja, pakai bahasa asing malah berantakan jadinya, hehe. Baik, aku lanjutkan! Aku mencoba berpacaran lagi, setelah terpuruk. Nah, tahukan kalian, pacarku yang sekarang BERJILBAB! Bayangain men, preman dapat muslimah! Namanya juga rezeki, iya kan? Setelah berjalan beberapa waktu, endingnya putus lagi! Orang tuanya kagak setuju men! Ya jelaslah, anaknya beriman, malah dapat cowok bedigasan!

Karena banyak teman yang kasihan melihat aku yang semakin amburadul, mereka berlomba-lomba mencarikan tambatan hati yang baru buat aku. Mulai mempromosikan adiknya, saudaranya, sepupunya, adik tingkatnya, tetangganya, teman sekolahnya, teman kantornya sampai ada yang nawarin mantan pacarnya! Busyet! Mereka melakukan ini semua, pastinya telah memastikan bahwa keadaanku sudah pulih dan steril dari minuman keras, obat-obatan, serta barang haram lainnya. Alhamdulillah, aku sudah mulai ingat Tuhan dan dengan rasa malu yang mendaging menyumsum pada saat menghadapNya!

Sekarang temans, aku hanya minta doa dari kalian. Biarkan aku memilih untuk sendiri dulu. Karena menurutku, untuk saat ini, hal itu merupakan pilihan yang terbaik. Sebelum aku berkarat kemudian membusuk, biarkan aku menikmati masa jombloku! Terimakasih temans, kalian sudah meluangkan waktu mendengar curhatanku! Memang terkesan alay bin lebay, tapi preman juga manusia kan? :)

*Tulisan ini saya dedikasikan kepada teman saya yang Apatis
Phy