Sabtu, 26 Juli 2014

Saya yang memang tempatnya khilaf!


Haiii, kali ini di Bulan Ramadhan di hari terakhir (memang telat sih..!), saya ingin mengucapkan minal aidzin wal faidzin deh... :)
Sebagai manusia, ternyata saya memng banyak salah ya? Bukan hanya banyak, tapi buuuuannnyaaaak sekaliii. Sampai mungkin kalau dicatat kayak Bang Madid (tokoh di sinetron Islam KTP), amalan saya tidak seberapa tebal dibanding dengan salah dan kekhilafan saya.
Di tulisan ini, saya ingin curhat tentang hal yang membuat saya bisa dicap sebagai manusia yang angkuh dan mungkin banyak yang tidak suka dengan saya.
Entah kenapa, saya termasuk orang yang tempramen dan sifat ini membuat saya sering memberi kesan negatif kepada teman-teman atau orang di lingkungan sekitar. Saya yang selalu ingin tampil perfect, adil-seadilnya, tertib, dan ingin eksis, kadang membuat saya melupakan kepentingan lingkungan saya. Ironi memang, saya yang notabene seorang pendidik, ternyata masih belum bisa mengkondisikan perasaan saya sendiri.
Saya pernah bermasalah dengan beberapa teman kos saya. Kejadian pertama dengan Mbak Kos saya. Saat itu, dia yang selalu pulang malam, minta tolong saya untuk bukain pintu kos. Saya sih oke-oke aja, selama saya masih dalam keadaan bangun dan pas santai. Bahkan pernah dalam keadaan demam saya juga fine aja bukain pintu tengah malam. Nah, pas saya ada acara di luar dan pulang agak telat (saya sudah pesan ke beberapa teman kos untuk tidak mengunci pintu), saya mendapati pintu kos terkunci. Saya bisa masuk karena menghubungi teman kos lain yang ada di dalam. Kejadian seperti ini terulang sampai tiga kali. Nah, usut punya usut, ternyata yang menguci pintu ya Mbak kos yang biasa saya bukain pintu itu. Marah dong saya!Dia yang pulang malam aja,saya mau bukain pintu. Nah, giliran saya yang hanya pulang telat, langsung dikunci sama dia. Daripada mendem, saya langsung samperin "Mbak,mbok ya dilihat siapa aja yang belum dateng. Main kunci-kunci aja!Sudah tua,kok ya gak mikir!". Kasar memang. Tapi saya sudah emosi. Lama kami tidak tegur sapa, sampai dia wisuda dan memiliki kehidupan yang bahagia. :)
Kedua dengan adik kos saya. Dia curhat kalau gak mau diajak pacarya tinggal di luar Jawa (misal nanti mereka menikah). Nah, suatu saat pas kit ngobrol dengan teman kos lain, saya nyeletuk, "Katanya kamu gak mau diajak ke luar Jawa?Namanya istri sih, baiknya ngikut suami". Nah, tiba-tiba dia jawab,"kapan aku bilang gitu Mbak?". "Nah yang pas kita di pusat bahasa itu!", jawab saya. "Sumpah Mbak,aku gak pernah bilang gitu!" sahutnya. Oh Good, pake sumpah segala! Saya yang jengkel dengan jawabannya yang tidak sama, memutuskan keluar kamar dan males sama dia. Sampai saya memutuskan akan keluar kos karena mau menikah, kami masih 'kaku'.Farrewel party di kos saya, akhirnya saya sempatkan minta maaf walau kondisi kami masih terlihat tidak plong. Sampai saat ini pun, kami masih 'kaku'.
Lokasi kedua di tempat kerja saya. Pertama, saya mempunyai sedikit masalah dengan salah satu partner kerja saya. Kami teman baik, suka curhat, dan sering keluar bareng. Sampai suatu ketika pas dia galau, saya nemenin dia. Eist, dia cowok. Nah, pas kita lagi curhat-curhatan, ada satu ucapan saya, "Kalau lagi deket dengan seseorang yang belum pasti, apalagi statusnya abu-abu, ada baiknya gak usah pake perasaan. Ya udah jalani aja!". Tiba-tiba dia jawab,"Jadi, kalaupun kita deket, itu gak pakai perasaan? Kok bisa ya kamu itu?". Ups, padahal maksud saya, kalau hubungan dibawa sampai ke perasaan, apalagi ada simpati dan empati, nanti kalau pas pisah, bakalan susah move on. Tapi tanggapan dia beda. Mungkin dia baru putus dan saya dianggap cocok sebagai teman curhat (yang mungkin menurutnya mengerti apa yang dia rasakan), ternyata mengesampingkan perasaan dalam hal percintaan. Saya akui, saya memang tergolong manusia yang tidak peka dan jarang pakai perasaan. Jadi banyak orang yang menganggap saya jahat dan tidak berperasaan! Kami tidak bertegur sapa walau satu kantor,pernah siaran bareng dengan suasana 'garing' walau saya mencoba mencairkan suasana, saya minta maaf lewat sms, sampai sok becanda seperti biasa, tapi nihil. Hal ini berlangsung sampai satu tahunan bahkan sampai saya risen.
Kedua, dengan pendengar saya. Saya termasuk orang yang males basa-basi.Suatu ketika pas saya siaran, fans saya itu telp berkali-kali.Saya tidak sempat angkat karena ada lagu yang akan diputar, sms yang harus dibaca, dan iklan yang akan tayang. Sampai dia bolak-balik telp, saya belum bisa angkat. Nah, tiba-tiba dia sms ke operator studio yang isinya "Kenapa tlp-ku gak diangkat?Bohong kamu kalau ada iklan.Waktu orang lain telp diangkat,giliran aku kok gak!". Yes, saya dicap BOHONG pemirsa. Sukses dia mendidihkan darah saya sampai naik ke ubun-ubun. Tambah males saya sama beliaunya. Saya langsung lapor ke kabag siar tentang masalah ini. Sampai sekian waktu sebelum saya risen, saya tidak pernah lagi angkat tlp dari nomor dia dan bacain sms-nya.. Males banget. Saya dicap bohong, padahal di box siar ada banyak hal yang harus saya lakukan demi kepuasan pendengar. Sampai dia minta maaf melalui nomor pribadi saya. Pada dasarnya, saya memaafkan, tapi udah terlanjur malas.
Semua kejadian panjang lebar diatas memang sudah lama dan berlalu bersama waktu, hilang ditiup angin, menguap bersama matahari, dan luruh oleh hujan. Namun, saya masih ingat dan membekas.
Saya sadar kalau setiap melangkah selalu ada kesalahan. Yang saya sesali, kenapa saya belum bisa biasa dan berkompromi dengan keadaan hati untuk bisa baik lagi dengan orang yang telah membuat saya jengkel sampai saya terpisah dengan mereka. Ah, saya memang manusia biasa pemirsa. Banyak salah. Dari ini, saya perlahan mencoba untuk berdamai dengan perasaan dan mencoba untuk tidak sekeras dulu. Apalagi saya sudah menjadi istri, menjadi Ibu, menjadi guru, dan berangsur tua. :)
Doakan ya pemirsa. Terimakasiiiihhhhhhhhhhhhh.

Senin, 02 Juni 2014

Kenapa sih Bu?


Saya mempunyai siswa yang,menurut saya unik. Emil Chasanah namanya. Saya biasa memanggilnya Cemil atau Cemilan. Haha...Anaknya kecil, mungil, suaranya cimpil, dan usil. Mengingatkan saya saat masih SD dulu. Tapi, dia pintar, cerdas, suka menulis cerita,rangking 3 di kelas, dan suka bertanya. Nah, pernyataan terakhir ini yang akan saya bahas.
Emil, selalu banyak pertanyaan. Sampai kadang hal sepele dan tidak perlu jawaban serius pun terlontar darinya. Bahkan ada beberapa pertanyaan yang sulit saya jawab.
Seingat saya ada beberapa pertanyaan yang sempat ia ajukan ke saya.
Suatu saat pas jam istirahat, Emil biasa bermanja sama saya. Tiba-tiba dia tanya, 'Kenapa sih Bu, cewek boleh pakai celana, tapi cowok gak boleh pakai rok?'. Aihhh...saya sempat bingung. Akhirnya saya jawab sebisa saya. 'Ehm, gini Cemil. Cewek pakai celana itu untuk memudahkan gerak biar gak ribet. Karena ada beberapa pekerjaan pria yang bisa dilakukan perempuan, tapi laki-laki belum tentu bisa melakukan beberapa hal yang dilakukan wanita. Contohnya, cewek bisa naik genteng, tapi cowok gak bisa hamil kan?'. cemil manggut-manggut, 'trus?', tanyanya. 'Cewek bisa gali sumur, tapi cowok gak bisa menyusui kan?', lanjut saya. 'Oh, gitu!'. Ah...
Pernah dia tanya juga, 'Kenapa sih Bu ada hujan salju? Tahapnya gimana?'. Weleh, ya saya jawab saja, 'Karena di daerah itu terlalu dingin, jadi air yang naik ke awan itu membeku. Akhirnya jatuhnya lebih padat daripada hujan biasa'. 'Ohh..', Cemil melongo saja mendengar jawaban saya.
Pas, ada agenda belajar OSK (Olimpiade Sains Kuark), dia tanya, 'Bu, zamrud khatulistiwa itu apa sih?'. Glek, saya jawab 'zamrud itu permata hijau yang bagus. Oleh karena Indonesia dilalui garis khatulistiwa, banyak hutan, dan kalau dilihat dari atas kan berwarna hijau,subur. Makanya, negara kita itu seperi permata yang hijau, bagus, dan subur'. Saya gak tahu jawaban saya nyampai apa gak ke pemahaman dia. Sebab, saya menerjemahkannya dengan menggunakan bahasa anak SD.
'Bu, poros itu apa?'. 'Poros itu pusat atau inti Mil'.

'Bu, kenapa orang sakit harus berobat ke dokter?'. 'Karena dokter kan sudah ahli dan bisa cara mengobati pasien'. 'Aku nanti kalau sudah besar mau jadi dokter!'. saya hanya tersenyum. Baru saja dia tanya, 'Bu, biji kedelai bisa buat tahu ya?'. 'Bisa', jawab saya. 'Kan, kedelai buat tempe', dia tanya lagi. 'Kan kalau tahu diambil ampasnya'. 'Berarti kalau kita makan tahu, kita makan ampas ya bu!'. Saya senyum.
Emil juga usil. Ditengah pelajaran, ada saja ucapan atau kegiatannya yang membuat saya terhibur
'Bu, sagu itu kan narkoba!', tiba-tiba dia nyeletuk. 'Emiiiiil...itu sabu-sabu. Kalau sagu itu makanan!', aaahh..ini anak!

Emil, Ibu menjawab sebisa dan semampu Ibu. Tapi dari beberapa pertanyaan kamu, Ibu akhirnya juga belajar. Belajar mencari tahu, belajar membaca buku baru, belajar ngenet apa yang kamu tanyakan. Semoga jawaban Ibu bermanfaat dan tidak menyesatkan ya Nak!

Jumat, 09 Mei 2014

1st time!

Banyak kejadian yang membuat saya tercengang. Kejadian yang saya maksud disini adalah perkembangan Si Coy dari hari ke hari. Tidak heran kalau saya sering mengupload kegiatannya yang unik dan menggemaskan di fesbuk. Mulai dari gaya tidurnya yang telentang, miring asyik, nyantai kayak di pantai, sampai gaya kakinya yang naik ke guling. Mungkin menurut sebagian orang yang pernah memiliki bayi, hal - hal yang saya sebutkan tadi adalah hal yang remeh dan biasa. Tapi itu berbeda dengan saya. 
Saya yang baru memiliki bayi, justru merasa luar biasa melihat setiap harinya ada hal baru yang ditunjukkan oleh Si Coy, anak saya. 
Kali ini, biarkan saya menceritakan salah satu pengalamannya yang pertama dilakukan. 
Hari Minggu tanggal 27 April 2014 kemarin, kami (saya dan suami) sengaja meluangkan waktu liburan kami dengan mengajaknya ke pasar. Maklum, kami tinggal di kebun sawit. Jadi hiburan kami yang paling dekat adalah pasar kecamatan dan paling mentok ya ke kabupaten. Tapi ke kota (kabupaten) butuh waktu 2 jam. Tapi di pasar kecamatan juga ada tempat bermain anak kok. Masih terbilang baru, dan kalau hari libur ramenya luar biasa. Apalagi kalau Minggu awal bulan,,iiih..ngeri sumpeknya. Walaupun saya pas moment ramenya itu gak pernah masuk kesana, tapi kalau saya lihat dari luar, tambah gak ada niatan buat mapir kesana.
Nah, kembali ke pengalaman pertama Si Coy di arena bermain anak. Setelah masuk kesana, lumayan agak sepi lah. Dilihat-lihat, mainan mana yang cocok untuk bayi 6 (enam) bulan. Ada kereta, pesawat, trombolin, mandi bola, dan rumah bola angin (yang terakhir ini saya karang sendiri namanya, karena gak tahu.Hehe)
Saya dan suami sempat bingung, karena kalau untuk anak kami masih belum ada mainan yang aman. Akhirnya setelah kami lihat dan pertimbangkan, Si Coy kami belikan tiket untuk naik kerumah bola angin. Berhubung dia belum bisa merangkak atau jalan bahkan loncat, saya hanya menidurkannya saja. Alhasil, Si Coy bingung dan akhirnya hanya guling-guling saja. Hehe. Kami merasa terhibur juga, merasa senang karena umur segitu Si Coy sudah merasakan suasana di arena permainan anak. Beda dengan kamu dulu, Mama- Ayahnya, yang hanya bisa bermain di pelataran depan rumah. Haha, maklum orang tuanya dari desa.
Walaupun awalnya Coy merasa kurang nyaman dan (mungkin) masih bingung, tapi kami bisa tertawa dengan ulah dan mimik wajah polosnya.

Ah Coy, semoga kepolosan kamu bisa menawarkan segala kesulitan yang Mama dan Ayah hadapi. Semoga keluguanmu menjadi obat bagi masalah yang Mama dan Ayah jalani. Dan Semoga senyum ceriamu selalu menjadi candu bagi Mama dan Ayah untuk selalu kangen kamu, rindu pulang ke rumah, semangat bekerja, lebih rajin beribadah, menjadi manusia yang rendah hati, dijauhkan dari bahaya, dilancarkan segala urusan dan rezeki, dan segala kebaikan lainnya. Amin.
Lof My Athaya 'Si Coy' Davana Vigili :*

Rabu, 07 Mei 2014

Hikmah Kebohongan Sholat Dhuha

Sebenarnya saya agak sedikit malu menceritakan pengalaman ini. Tapi dibalik rasa malu ini, ada hikmah yang begitu besar yang bisa dipetik.
Kebiasaan Sholat Dhuha awalnya dimulai dari sebuah kebohongan saya kepada guru bimbel. Kejadian ini berawal dari saya yang sering datang telat waktu bimbel.
"Tiap hari kok telat Mbak?", tanya Bu guru bimbel waktu itu. Spontan saya jawab, "Sholat Dhuha Bu!". Niatnya bercanda karena saya jawabnya PD sambil senyum-senyum.
"Wah, bagus sekali Mbak. Lainnya bisa meniru Mbak ini. Apalagi kita akan menjelang SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, red-2005-). Harus banyak doa, salah satunya ya dari sholat dhuha itu", Laaah..kok dijawab gini? Ucapan beliau terngiang, mendengung di telinga saya. Kata-kata itu beliau sampaikan di muka kelas. Tahukah Anda, begitu malunya saya. Iih,, telinga dan punggung saya sampai panas sangking malunya.Padahal saya sering telat masuk kelas bukan karena sholat Dhuha, tapi sesudah sholat subuh saya tidur lagi. Baru bangun sekitar jam 10, mandi,sarapan, lalu berangkat.
Kata-katasaya bak bumerang, yang menyerang muka saya sendiri. Merobek kePDan saya dan tentunya melukai hati kecil saya karena kebohongan yang saya timbulkan sendiri.
Sepulang bimbel, langsung saja saya meminjam tuntunan sholat milik teman saya, saya potocopy bagian doa sholat dhuha, dan mulai keesokan harinya saya mulai melaksanakan sholat dhuha.
Tapi ada kejadian pas potocopy malam hari. Si Mas potocopy tanya, "Mau ujian praktek ya Mbak?". Dikiranya saya anak SMA yang mau hapalan ujian. "Ehm, nggak Mas!", jawabku. "Lah, terus mau buat apa kok potocopy bacaan sholat?", tanyanya lagi. "Gak ada, pengen bisa aja Mas", jawabku sambil senyum. "Jarang lho Mbak, ada anak yang sengaja hapalan sholat sunnah kayak Mbak!", timpalnya. Waduh, Mas ini...nyindir apa nyanjung. Gak tau apa kalau tadi di tempat bimbel udah malu gara-gara bohong sholat dhuha? Iih...!
Akhirnya setiap hari saya kerjakan sholatnya, sampai hapal doanya, sampai merasa (InsyaAllah) sholat dhuha sebagai suatu kewajiban. Ternyata, setelah tahu kabar berita, manfaat sholat Dhuha itu banyak sekali temans. Mulai dari dilapangkan rezekinya, dimudahkan segala urusan, dan dilebarkan jalan kebaikan. Pokoknya banyak sekali manfaatnya!
Dari ini semua, saya mengambil hikmah yang begitu besar dari kebohongan saya. Dari saya yang merasa berdosa, bersalah, sampai akhirnya saya menemukan jawaban bahwa kebohongan itu membawa berkah kebaikan. Jadi mulai sekarang, kita sholat dhuha yuk! :)

Rabu, 09 April 2014

Ayo Menyanyi!

Apakah Anda tengah susah? Gelisah? Ataukah hari Anda sedikit melelahkan dan terasa berat dari pagi tadi? Ayo menyanyi! Menyanyi apa saja, genre musik apa saja! Tidak tahu judulnya? Pokok'e nyanyi!

Hal ini sengaja saya tulis karena saya mengingat sesuatu yang sudah saya praktekan secara sadar selama beberapa hari ini. Kalau praktek tidak sadarnya, sudah sejak kecil saya lakukan. Ya, saya menyanyi!

Jujur, saya lupa judulnya -bukunya- tapi saya ingat intinya. Saya membaca tulisan itu malam hari, sadar keesokan harinya, dan lupa itu buku apa. Serius, sampai sekarang saya cari halaman dari beberapa buku inspiratif yang ada di rumah saya, juga tidak ketemu halaman yang saya mau.

Isinya kira-kira begini, 'Jika Anda merasa hari Anda penuh dengan emosi, mungkin Anda lupa kalau hari ini Anda belum bernyanyi!'. Nah, sejak membaca sepenggal kalimat tersebut, setiap pagi saya selalu berusaha mengingat untuk menyanyi.
Sebenarnya saya sudah suka menyanyi sejak kecil. Teriak-teriak di kamar mandi, juga bukan hal baru bagi saya. Tapi benar-benar merasakan efek positifnya yaaa beberapa hari lalu setelah saya membaca kalimat itu. 

Bukan menjadi syarat apakah suara Anda enak, merdu, pitch kontrol tepat, tidak fals atau sumbang. Yang penting kita menyanyi! Karena, -lagi-lagi saya dapatkan dari sebuah penggalan kalimat entah buku yang mana, saya lupa- setiap orang pasti bisa bernyanyi! Tidak harus merdu, yang penting enak untuk didengar diri sendiri. Tanpa butuh penilaian atau latihan untuk kompetisi. Setiap orang pasti bisa menyanyi. Entah satu album, satu lagu, setengah lagu, seperempat lagu, atau bahkan hanya menggumam.

Sadarkah kita, kalau dalam ibadah kita juga melantunkan nayanyian? Saat pujian kita terhadap Tuhan, atau pada saat pengajian dan sebagainya. Kita tidak bisa lepas dari menyanyi!

Berikut saya sadurkan manfaat menyanyi menurut Dr. Hermawan Suryadi dari Klinik Neuropsikiatri dan Revitalisasi, Jakarta, "Menyanyi dan bermain musik dapat memangkas berbagai gejala penyakit. Bisa dipastikan, menyanyi juga dapat mempercepat proses penyembuhan." Manfaat lainnya yaitu:

1. Meningkatkan sistem imun
Sistem imun adalah pertahanan tubuh dalam mencegah berbagai penyakit. Dengan bernyanyi tubuh akan melepaskan kelenjar yang dipercaya dapat meningkatkan sistem imun Anda.
2. Meningkatkan kemampuan otak
Dengan bernyanyi, jumlah oksigen yang masuk cukup berlimpah. Hal ini menyebabkan otak mendapatkan oksigen secara berlimpah sehingga mempengaruhi kondisi dan kemampuan otak.
3. Memperkuat jantung
Dengan bernyanyi, dipercaya akan memperkuat otot sistem jantung. Tak hanya itu, dengan mengolah vokal, penyakit seperti batuk, asma dan bronkitis dapat reda.
4. Memperbaiki postur tubuh
Dengan bernyanyi, otot tulang rusuk, punggung serta perut menjadi lebih kuat dan berpostur lebih baik. Pelatihan otot secara berulang-ulang akan membentuknya menjadi tampak lebih baik.
5. Tampak lebih muda
Tidak percaya dengan bernyanyi dapat membuat wajah Anda tampak lebih muda? Dengan bernyanyi otot wajah Anda akan tertarik. Otot wajah yang tertarik akan membuat wajah tampak muda.
6. Meredakan stres
Suasana yang nyaman dan ceria saat bernyanyi dapat meredakan kondisi stres. Tak hanya itu, perasaan lepas setelah bernyanyi dapat menaikkan rasa percaya diri.

Oleh karena itu, ayo mulai sekarang kita awali hari kita dengan MENYANYI! Anda pasti akan merasakan efek positinya.

Lahirlah Si Coy!

Sabtu, 12Oktober 2013, 10:00 Wib
Ada sesuatu yang aneh di balik celana dalamku. Ada apa? Rasa penasaran membuatku ingin segera ke kamar mandi. Ternyata ada gumpalan bening menyerupai agar-agar, kental. "Ibuuukkkk...!!!", teriakku. Tergopoh-gopoh Ibuku menghampiri ke kamar mandi. "Ya Allah, itu mungkin air ketuban!" Pak, bawa ker rumah sakit saja!".

Sabtu, 12 Oktober 2013, 13:00 Wib
"Masih pembukaan satu Mbak. Tapi memang harus opname", ujar bidan yang memeriksaku setiba dirumah sakit. Tanpa banyak tanya, aku segera menurut saat didorong di atas kursi roda menuju ruang bersalin. "Dokternya baru datang jam 3. Diinfus dulu ya Mbak", aku menurut, lagi.

Sabtu, 12 Oktober 2013, 15:00 Wib
"Masih satu Mbak!". "Tapi airnya merembes terus Dok!", jawabku cepat. "Mau dirangsang? Biar anaknya cepat keluar", tawarnya. "Boleh!", jawabku cepat, lagi. Kenapa aku begitu cepat menjawab? Karena Bapak pesan , 'nurut aja apa kata dokter atau bidannya. Semua yang terbaik demi Mbak tentunya'.
"Saya masukin perangsangnya ya Mbak?", senyum ramah bidan kala itu menentramkan. "Boleh. Tapi sakit gak Sus?", tanyaku. Tak ada jawaban, cuma senyuman saja dari bidan cantik.
Beberapa menit berlalu, tak ada reaksi. "Kok gak ada reaksinya Mbak? Emang gak sakit ya?", tanyaku, lagi. Jawaban yang kuterima hanya senyuman, lagi. Oke, aku sabaaarrr!!!

Sabtu, 12 Oktober 2013, 16:00 Wib
Ada sesuatu yang aneh di bagian pinggul. Semacam nyeri atau apa ya, aku sulit menjelaskan. Tapi bisa dikategorikan sebagai 'sakit'. Semakin kesini, semakin nyeri. Masih bisa ditahan memang. Menuju ke arah jarum jam berikutnya, aku merasakan nyeri hebat di bagian pinggul menuju -maaf- anus. Luar biasa! Sakit ini seperti mulas dan dipukul pakai martil. Kugigit bibir, masih bisa kutahan. Setelahnya aku merasa lelap dan seperti mimpi.
Sampai pukul lima sore, bidan mengatakan, "Masih buka tiga. Sabar ya Mbak!". "Sakit..", jawabku merintih.

Sabtu, 12 Oktober 2013, 19:00 Wib
Nyeri semakin hebat! Setelahnya, kantuk juga semakin merayap. Nyeeeng....., nyeri itu datang lagi! "Sabar, memang gitu orang mau melahirkan!", Ibuku setia menemani. Aku tidak tahan. Pengen pindah menghadap timur, jongkok, balik ke barat, duduk, miring kiri, balik kanan, njenthit, tiduran lagi! Ibu dengan sabarnya mengikuti arah tanganku yang diinfus. Ada keinginan lebih baik caesar saja! Masih bukaan limaaaaa...ooohh!

Sabtu, 12 Oktober 2013, 20:30 Wib
"Buka enam-tujuh Mbak!". Ooh, masih belum sepuluh. Kapan Ya Allahhh...??? Nyerinya luar biasaaaa!!!
"Mbak...ayoo..saya sudah gak kuaaaattt!!!", teriakku. "Kalau belum terlalu mulas, sabar dulu Mbak. Tarik nafas panjang!". Ah..nasihat yang sudah kudengar berulang-ulang sejak aku bukaan tiga tadi. "Sekarang aja Mbak.....!!!!", teriakku, lagi. Setelahnya kulihat beberapa bidan yang bertugas mulai melakukan persiapan.
"Oke Mbak, kita mulai. Kalau mulas, baru mengejan diawali tarik nafas melalui hidung dibuang melalui mulut!", arahan pertama.
"Ayo Mbak, keluarkan tenaganya!", arahan kedua.
"Semangat Mbak!", arahan dari bidan lain.
"Ayo mengejan Mbak, kasian anaknya!".
"Itu sudah kelihatan rambutnya!". Huft..huft..huft.. Aku sudah tidak kuat. Tidak ada rasa kalau akan keluar jabang bayi dari jalan lahirku.
"Ayo Mbak saya bantu dorong!", didorongnya perutku dari samping. "Yang kuat Mbak! Kasian bayinya!".Ah, dikiranya hanya seperti meludah saja. Kalian tidak kasian aku yang sudah kehabisan tenaga ini, pekikku dalam hati yang tak bisa keluar dari mulut.
"Ayo Mbak, kepalanya terlihat!". Serta merta kulihat ada bidan lain naik ke kasurku dan langsung mendorong perutku. "Ayoooo,,aku mulas!", teriakku tak kalah semangat.
Setelah perjuangan panjang, akhirnya... Aaargghhhh.....!!!!

Sabtu, 12 Oktober 2013, 22:05 Wib
Bbrrullll,, keluar sesuatu dari jalan lahirku. Anakku! Ya Allah, akhirnya! Seneng, capek, terharu, letih, bangga, lemas, semua ngumpul jadi satu. Tapi...kudengar Ibukku berteriak 'Ya Allah, ayo bangun Dek! Nangis Dek! Nafas Dek!'. Ada apa ini? Apa yang terjadi? kusempatkan melongok di sela pahaku. Ya Allah anakku biru, pucat. Ditepuk kaki dan pantatnya berulang-ulang oleh bidan secara bergantian dibantu oleh Ibukku yang terus menangis. Adikku yang menemani persalinanku juga tak kalah banyak mengeluarkan air mata. Tuhaaan...ada apa ini? Hanya aku yang terlihat tidak panik, tapi pahaku bergetar. Mata kering dan tidak ada sisa untuk sedih apalagi menangis. Aku lupa semua doa, yang kuingat hanya 'Ya Allah, kenapa?'.
Bidan memasukkan dua selang ke mulut anakku, memasukkan selang oksigen ke hidungnya. Semua berdoa, berwajah cemas, dan khawatir. Hanya aku yang kaku, masih dengan paha bergetar!
Beberapa menit kemudian terdengar bunyi 'huuek' dilanjutkan dengan percakapan, "Kok keluar darah Mbak?", "Iya Buk, darahnya harus keluar", dan 'hhhooooaaa,,hmm..hmm..hoooeeekkkk', suara tangisan Ya Allah. Legaaa, menyelimuti semua wajah yang berada di ruangan itu. Tak ada lagi tegang.
"Harus diobservasi dokter dulu Mbak. Adzannya nanti dulu ya!", senyum bidan yang lagi-lagi menyejukkan.
Selang sekitar sepuluh menit kemudian, muncul dokter dan bidan menggendong bayi laki-laki ganteng, sehat, dan luar biasa dari ruang observasi.
Ya Allah, anugerah itu ada! Dari segala bentuk perjuanganku, kesabaran Ibukku, ketabahan Ayahku, tangisan Adikku, doa suamiku, kekhawatiran mertuaku, tidak peduli duapuluh jahitan, infus dua ampul, maka lahirlah Si Coy!

Lof My Athaya Davana Vigili


Kamis, 27 Maret 2014

4 Tan Malaka

Bulan Mei 2014 nanti, genap 1 (satu) tahun saya mengajar di SDS Harapan Sejahtera. Awalnya saya mengajar SBK sembari menunggu tahun ajaran baru. Nah, per Juli tahun kemarin saya mengajar kelas 4 Tan Malaka. Siswanya tergolong anak yang bisa diatur. Walaupun ada beberapa yang butuh perhatian ekstra dari saya. Tapi kalau dibandingkan dengan kelas 4 lainnya, anak-anak saya ini termasuk level normal.

Waktu saya cuti melahirkan tahun lalu, ada rasa berat untuk meninggalkan mereka. Tapi saya percaya kalau mereka akan baik-baik saja bersama guru sementara. Benar saja, pas saya cuti ada tiga diantara mereka menelpon saya, kangen katanya. Hihihi, anak kelas 4 sudah mulai merasa kehilangan induknya.

Setelah saya masuk, ada kejutan yang mereka berikan kepada saya. Mereka sudah menunggu saya dan saya dipaksa masuk kelas. Aroma kelas yang saya tinggalkan beberapa bulan lalu masih lekat dan sama. Saya disuruh membuka papan tulis yang ditutup tirai. Ah,,,ada tulisan "Selamat Datang Bu Vika Di Kelas 4 TM". Haruuuuu,,anak-anak saya luar biasa!

Di kelas, kadang-kadang saya marah-marah karena mereka pernah sekali dua kali membuat kacau. Dari yang tidak bisa diam, tidak paham kalau dijelaskan pelajaran, ribet, buat kotor kelas dan lainnya. Tapi setelahnya saya pasti menyesal kalau habis marah-marah ke mereka. Saya merasa kalau saya ini terlalu jahat dan tidak bisa menjadi contoh yang baik.

Tapi saya sebisa mungkin berusaha dekat dengan mereka. Saya mempunyai beberapa panggilan sayang ke mereka. Saya kasih guyonan mereka, saya traktir kalau pas saya ada uang, saya poto bersama mereka, memberikan semangat saat ada kompetisi, membela mereka kalau diganggu kelas lain, saya buat permainan saat pembelajaran dan sebisa mungkin tidak marah -lebih tepatnya  menahan marah- ke mereka.

Well, menjelang kenaikan kelas bulan Juli mendatang, ada perasaan berat di hati. Saya berat melepas mereka. Bukan karena saya tidak mau mereka naik kelas. Tapi saya merasa belum maksimal memberikan ilmu saya ke mereka. Saya merasa masih belum mampu menjadi guru yang baik. Ditengah keterbatasan saya, yang saya berikan kepada mereka selalu terselip kesalahan dan kekurangan.

4 Tan Malaka.....Agus, Arul, Ali, Arif, Bajoe, Anjor, Dwi, Emil, Fahma, Fendi, Ika, Lupi, Afid (pindah ke Jawa), Alan Gajah, Maya, Udin Kebo, Randika (pindah ke Kumpai Batu Atas), Resti, Rosimen, Kucing, Sephia, Siti, Sunarti (pindah ke Desa), Ipul, Amel, Wahyu, Wanda, Wili, Doni (pindah kelas 4 Wachid Hasyim), Kharisun, Juminten, Sawidi (saya bertemu cuma 3 kali)....apa pun kalian, siapa pun kalian, sampai kapan pun akan tetap ada! Maafkan kalau Ibu belum bisa menjadi guru yang baik. Maaf kalau selama ini banyak marah. Maaf kalau ilmu yang Ibu berikan masih kurang.

Semoga kalian menjadi manusia yang bermanfaat sukses dan tetap apa adanya! Walaupun menjadi sesuatu, ingat, tetaplah menginjak bumi!
Salam Manis, Bu Vika yang cantik! :)

Jumat, 10 Januari 2014

Baby Blues ???



Ternyata Ada Sisa Ketakutan
Hay… saya kembali datang dengan membawa perkembangan terbaru tentang si Coy! Memasuki usia tiga bulan, dia sedang asyik-asyiknya bermain ludah sembari menautkan jemarinya. Disemburnya ludah sampai membuat gelembung yang memenuhi bibir atasnya. Maklum, bibir atasnya seksi. Hehehe…
Sebelumnya, ada kejutan lain. Di usia dua bulan, Coy sudah sudah ingin miring membalik tubuhnya. Sayang bokong dan kakinya belum mendukung gerakan kepala dan badan yang hampir sembilan puluh derajat.
Beberapa hari terakhir, Coy sering –maaf- buang air besar. Tiap buang angin, selalu ada ampas yang ikut keluar. Bikin khawatir saya dan suami. Kami berinisiatif kalau sampai BAB lebih dari tiga atau empat kali, akan dibuatkan parutan daun jambu. Ternyata sampai dua hari yang lalu, terus saja keluar ampas dan akhirnya menjelang malam kami minumi air parutan daun jambu ditambah gula sedikit. Alhamdulillah sampai tengah malam agak baikkan. Tapi….besoknyaaa….si Coy seharian tidak BAB!!! Khawatirlah kita. Sepasang orang tua muda yang belum mengerti apa-apa mencoba mencari solusi demi kebaikan putranya. Tapi akhirnya malah membuat anak kami tidak BAB seharian. Ah..kacau!
Itu sekedar alternatif kami dalam menjalani sebuah perjalanan keluarga kecil disamping kami juga harus berbagi peran dalam berbagai hal. Mulai ganti popok, pasang gurita, pilih baju dan kaos kaki, sampai bagaimana caranya mengatur waktu kapan saya masak, kapan kami makan, bilamana kami bergantian mandi, siapa yang menata kasur, apa yang kami lakukan saat dia nangis ngantuk, siapa yang buatin susu saat dia nangis lapar, kamar mana yang akan kami tempati untuk tidur nanti malam dan sebagainya.
Pernak-pernik yang kami alami tidak serta merta sampai disini. Sebelumnya, saat si Coy masih bayi merah banyak kebelumsiapan yang kami alami, terutama saya. Saya belum siap begadang, belum siap punya badan melar, belum siap bangun malam, belum siap kalau dia nangis, belum siap cepat-cepat mandi-karena saya mandinya lama sekali, belum siap makan terburu-buru, belum siap cekatan untuk gantiin popok, belum siap untuk seret pegangin saat Coy mandi, dan belum siap endesbre-endesbre lainnya.
Tapi itulah, dari belum siap akhirnya kami belajar untuk siap bahkan siaga. Jadi sebelum ada kejadian yang berkaitan dengan segala hal tentang si Coy, kami sudah jaga-jaga. Tapi sebenarnya kami masih takut kalau apa yang kami lakukan itu salah. Kami takut kalau solusi yang kami jalani ternyata keliru. Kami takut kalau alternatif yang kami berikan ternyata tidak benar. Kami takut kalau yang kami suguhkan ternyata berdampak buruk bagi si Coy nanti. Kami takut kalau kami tidak bisa menjadi orang tua yang baik. Kami takut ini, takut itu, takut sana, takut sini, dan takut lainnya.
Inilah kami, orang tua baru yang tengah menikmati setiap tahap perkembangan si Coy-walau kami harus meninggalkan dia bersama Budhe selama kami bekerja- tapi minimal kami selalu berusaha ada untuk si Coy. Semoga perjuangan kami ini membawa manfaat untuk si Coy kedepannya. Mungkin beberapa pasangan muda pernah mengalami atau tengah menjalani segala kebelumsiapan yang berkaitan dengan si kecil. Tapi yakinlah, kalau kita melakukan dengan hati, si kecil juga akan merasakan energi positif dari kita. Selamat berusaha untuk menjadi orang tua yang kompak, serempak, dan bahagia bersama si kecil.