Ih, gatel juga tangan
saya untuk segera mengetik dan membahas tentang uneg-uneg saya. Apalagi sedang
viral pemboikotan dan perampasan sejumlah buku yang dianggap ‘membahayakan’
oleh beberapa pihak di beberapa toko buku. Bahkan, 2 mahasiswa yang menggelar
baca buku gratis pun terkena cydux.
Di mana tujuan utama mereka, yang saya yakini berawal dar niat baik untuk
meningkatkan minat baca, berujung pada interogasi pihak berwajib. Kesalahan
mereka hanya satu: menyajikan buku yang dianggap ‘dosa’. Cek deh di gugel!
Sangat disayangkan,
temans. Survei yang menunjukkan bahwa
minat baca masyarakat Indonesia sudah taraf memprihatinkan, ditambah gangguan gadget yang tidak digunakan sesuai
kebutuhan, sekarang ditambah dengan disisirnya beberapa buku dengan judul
‘kiri’.
Begini, saya
terjemahkan menurut perspektif saya. Sebenarnya apa sih tujuan penulis itu?
Menurut saya pribadi adalah:
1.
Menuangkan ide dan memberikan informasi.
2.
Sebagai sarana hiburan dan mengembangkan
imajinasi.
Dari dua alasan yang
menurut saya sudah umum, tentunya kedua alasan tadi juga secara tidak langsung
akan dirasakan oleh pembaca. Pertama, pembaca bisa menemukan ide baru dan
tentunya informasi gres yang bahkan
belum pernah didapatkan sebelumnya. Saya yang tiap hari baca saja masih merasa
bodoh gak ketulungan. Apa kabar yang bahkan babarblas
gak pernah baca dan nyentuh buku?
Kedua, dengan membaca
ternyata penikmat buku diberikan ruang untuk berimajinasi dan merasa terhibur.
Lalu apa kabar mereka yang tidak pernah mengolah pikiran kreatif mereka karena
enggan berdekatan dengan bacaan?
Perkara pembaca akan
‘terhasut’ atau tepengaruh dengan isi buku, rasanya perlu tes ketangguhan hati.
Tidak semua buku akan langsung berpengaruh detik itu juga. Pembaca yang cerdas adalah
mereka yang mampu mengolah dan mencari korelasi dari satu bacaan ke bacaan
lainnya. Pembaca yang baik tidak langsung begitu saja termakan oleh satu
bacaan. Terlalu naif jika dengan satu buku, pikiran kita akan berubah dari A
menjadi X.
Wah, banyak-banyakin
deh buka buku dan cari bacaan yang lain. Kalau sampai terpengaruh oleh satu
buku saja, berarti harus cek ulang tingkat kewarasannya.
Membaca sekarang
dipermudah dengan kehadiran e-book.
Gak perlu bayar mahal dan antri panjang di toko buku hanya untuk mendapatkan
bacaan yang bagus. Cukup searching
atau buka aplikasi tertentu, klik, silakan dinikmati deh tuh isinya.
Ironisnya, saat ini
yang berkembang dan banyak terjadi adalah: menghakimi
buku yang dianggap berbahaya!
Sebentar, rasanya saya
perlu ceritakan bahwa saya juga mempelajari Injil dan membaca Weda. Apakah
keyakinan saya langsung berubah berdasarkan agama dari kedua kitab suci itu?
Tidak, kawans! Keyakinan ada di hati. Namun saya jadikan kedua kitab suci itu
sebagai bahan untuk menambah wawasan saya agar berkembang –bukan
membandingkan-.
Selain itu, saya juga
mempelajari buku-buku yang menceritakan etnis China dan kehidupan biarawati.
Apakah dengan membacanya otomatis kulit saya berubah jadi putih cling dan mata menjadi sipit? Tentu
tidak!
Saran saya, beli dulu
bukunya, baca isinya, baru kemudian tentukan pilihan. Atau jangan-jangan kalian
gak mampu beli jadi main rampas gitu aja?