Selasa, 06 September 2016

Temuan saya hari ini.

Selamat pagi dunia....!!!!

Alhamdulillah saya masih diberi waktu dan sempat. Waktu untuk menulis dan sempat untuk berbagi disini.
Saya juga masih nge-blank dan tidak tahu apa yang akan saya tulis. Tapi biarkan yang tertulis disini mengalir natural dari pikiran saya.
Pagi ini, saya mendapat laporan dan temuan bahwa salah satu anak didik saya sudah mulai ada yang "suka-sukaan" dengan lawan jenis. Tanggapan saya pertama kali jelas kaget, namun akhirnya saya tersenyum. Ah, namanya bocah, belum tahu resiko dan arti "suka", pikir saya.
Namun setelah ditelisik dan diinterogasi, mereka memang suka satu sama lain, saling berkirim surat, tukar nomer hape (seperti zaman saya SMA, tetapi mereka melakukannya saat masih SD!-ini gila bukan?), dan bahkan janjian ketemuan. Ah, kalau sudah begini memang sudah kelewatan. Sebagai guru, saya merasa kecolongan. Jelas dong! Karena hampir 8 jam, mereka bersama saya. Saya meleng sedikit, mereka mulai berulah. Ah..ini memang salah saya.
Namun, saya dan kami (para guru yang lain) tentunya tidak mau membiarkan ini berlarut dan bisa mempengaruhi pola pikir serta perkembangan anak secara kognitif maupun psikologi.
Kami berinisiatif untuk wawancara, klarifikasi, dan segera menghentikan ini. Usut punya usut, mereka "tahu" bagaimana cara orang "suka-sukaan" itu ternyata dari sinetron.
Sinetron oh sinetron! Kami 8 jam menghabiskan waktu untuk mendidik mereka, berlaku sesuai dengan norma, mengajak beribadah bersama, menegur bahkan memarahi jika ada yang keliru, ternyata dapat dihapuskan dengan 2 jam pelajaran SINETRON yang mereka lihat.
Sya tidak mau munafik, dulu waktu saya kecil, saya juga pernah menonton sinetron. Era 90an hits sekali yang namanya Tersanjung, Noktah Merah Perkawinan, Abad 21, dan beberapa sinetron lain. Tapi, pengaruhnya tidak seekstrims sinetron sekarang. Saya tidak tahu bentuk sinteron sekarang seperti apa, karena saya bukan konsumennya. Namun kalau melihat efeknya ke anak bisa seperti ini, saya curiga kalau "isi" dari sinetron zaman sekarang sangat tidak mendidik.
Menonton tv boleh, perlu bahkan. Tetapi ya harus difilter dong! Bukan berarti sembarang bisa dilihat dan dikonsumsi oleh anak.
Saya juga sudah pernah menjelaskan kepada anak tentang mereka yang merupakan generasi Z, dimana kehidupan mereka hampir 100% disokong dengan kemajuan teknologi, sebra IT, dan instan. Mulai dari makanan, kegiatan belanja, sampai kegiatan belajar juga menggunakan media teknologi canggih. Boleh, sangat boleh mereka tahu itu, namun mereka cenderung lupa bahwa kegiatan konvensional juga diperlukan. Membaca buku per lembar, melihat tayangan anak/kartun anak, makan masakan rumahan, atau belanja ke pasar. Kegiatan manual lain yang membutuhkan napas ngos-ngosan atau badan lecet karena sibuk lari-larian.
Nyatanya sekarang, mereka sering lupa diri kalau sudah ketemu gadget dan sinetron. Mata menatap ke layar, telinga tertutup, dan pikiran melayang entah kemana. Apalagi kalau ada siswa yang tidak mau mengerjakan PR, meleng saat diterangkan di kelas, ndomblong saat praktik, dan meringis saja saat disuruh mengerjakan soal karena mereka kemalaman tidur disebabkan main gadget dan sibuk nonton tv.
Saya miris melihatnya. Mengelus dada dan kadang marah-marah sendiri. Saya berpikir, apakah saya salah satu orang yang belum berhasil mendidik siswa dan saya yang belum mampu mengolah mereka manjadi "manusia". Artinya, tugas saya semakin berat ke depannya. Bukannya itu menjadi beban, tetapi saya harus berusaha menyiapkan dan mengolah hati, waktu, tenaga dan pikiran saya untuk mereka.
Semoga masih banyak yang mau membantu saya untuk menyelamatkan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar