Selasa, 06 Desember 2016

Konvensional? Not Bad!

Arus teknologi dan informasi semakin deras, bukan berarti menjadi penghalang untuk mengikuti kemajuan. Hampir di segala lini, teknologi turut andil di dalamnya. Perkembangan teknologi ini memang memudahkan. 
Akan tetapi perlu diingat, ada dampak yang tidak disadari di dalamnya. Generasi instan terbentuk. Segala sesuatu seakan menjadi mudah dan murah. Usaha? Hanya nomor kesekian. Proses? Kata ini menjadi hal yang langka dan sulit ditemukan. One clik away. Apa saja mudah hanya dengan sekali sentuh.
Paradigma seperti ini, apakah berhubungan dengan dunia pendidikan? Tentu saja! Media digital gencar dipublikasikan agar peserta didik melek teknologi. Apakah semua menguasai? Tentu tidak. Butuh proses untuk belajar, baik guru maupun peserta didik.
Namun sangat disayangkan jika semua pelaku pendidikan, menjadi tidak menikmati proses. Proses yang bagaimana? Proses dimana antara guru dan peserta didik ada ikatan emosional dengan media yang sebenarnya lebih merekatkan.
Salah satu contohnya adalah media buku bacaan sederhana. Seiring dengan banyaknya artikel, buku sekolah elektronik, dan bentuk pembelajaran digital, menjadikan kegiatan belajar mengajar lebih pada produksi instan.
Tidak menyalahkan era teknologi sepenuhnya. Segala sesuatu diciptakan karena memiliki manfaat. Namun, kita juga tidak boleh lupa, ada kegiatan lain yang lebih nikmat tanpa harus menekuri laptop, komputer, atau gadget terlalu lama.
Salah satunya adalah dengan membuka buku. Cukup sulit membangkitkan minat baca anak di zaman serba canggih ini. Buku adalah pilihan kesekian setelah membuka artikel di gadget.
Oleh karenanya, bulan Februari 2016 lalu, Yayasan Astra Agro Lestari- Area Borneo 1, bekerjasama dengan Mantika Education memberikan pelatihan menulis buku sebagai bahan ajar bagi guru. Selama pelatihan, guru diberikan materi tentang bagaimana menulis buku yang baik, menarik, dan bisa memancing rasa ingin tahu peserta didik untuk membaca. 
Buku yang dibuat boleh menggunakan alat bantu komputer atau tulisan tangan. Dengan begitu, teknologi juga memiliki peran, yaitu dapat membantu guru untuk membuat sebuah buku. 
Selain itu, guru juga digugah semangatnya untuk menampilkan sesuatu yang beda pada buku yang akan diterbitkan. Gambar serta desain manual, menjadi lebih menarik karena terlihat lebih natural dan apa adanya.
Kegiatan belajar bersama Mantika Education dapat terselenggara dengan baik dan lancar, berkat dukungan dari  Astra. Dimana Yayasan Astra Agro Lestari di bawah naungan Astra Internasional, selalu memberi dukungan penuh untuk guru agar lebih kreatif dan inovatif. Hal ini dilakukan tentunya untuk meningkatkan kualitas outcome dari peserta didik.
Dari hasil pelatihan selama 3 hari, seluruh guru di SDS Pesona Astra, PT. Gunung Sejahtera Puti Pesona, berlomba-lomba untuk menulis dan menerbitkan buku belajar bagi siswa. Setidaknya setiap guru sudah pernah menerbitkan 2-3 buku. Buku yang sudah terbit ini, digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di kelas. 
Buku yang dibuat pun sangat sederhana. Untuk guru kelas bawah (1-3), mereka cenderung membuat buku dengan banyak gambar. Kelas atas lebih ke materi pelajaran yang sedikit kompleks. Namun, isi buku tentunya tidak terlalu 'berat'. Bahkan, ada guru yang membuat buku berdasarkan kegiatan sehari-hari di kelas dengan menggunakan gambar hasil karya dari peserta didik. Luar biasa!
Tanggapan dari peserta didik pun sungguh di luar dugaan. Peserta didik antusias dengan buku baru hasil karya dari guru mereka. Bahkan mereka terlihat saling berebut satu sama lain, agar dapat segera membaca buku baru dari 'tangan dingin' guru mereka.
Terlihat sensasi membuka setiap lembar buku begitu terasa. Tidak sabar untuk membaca setiap halaman.
Sampai saat ini, sudah lebih dari 20 buku yang terbit di SDS Pesona Astra. Semua buku yang sudah terbit, diarsipkan di ruang baca dan bisa digunakan sewaktu-waktu oleh siapa saja.
Akhirnya, kegiatan literasi menjadi lebih linier dan berkesinambungan. Guru aktif menulis buku dan siswa gemar membaca buku. Sangat bermanfaat bukan?
Buku di perpustakaan juga menjadi sasaran karena peserta didik haus akan bacaan. Akhirnya, solusi Books Corner juga menjadi alternatif, guna memenuhi minat baca peserta didik.
Budaya membaca terpenuhi, guru kreatif juga bisa menjadi tradisi. Nah, ternyata media konvensional bukan hal yang ketinggalan zaman, bukan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar