Tiba-tiba terdengar langkah kaki
yang terburu-buru.
“Ma…Mama lupa ya hari ini belum kiss?” tanya Kakak sembari memeluk saya.
Saya terlonjak dibuatnya.
Otomatis saya menghentikan kegiatan membaca, kemudian tersenyum. Saya sambut
tangan kecilnya, merangkul, dan menciumnya.
Kejadian seperti itu hampir di
setiap kesempatan. Tak terhitung berapa kali dalam sehari, Kakak melontarkan
pertanyaan yang sama. “Mama belum kiss, lho! Mama lupa ya?”
Ah, saya memang seorang Mama yang
menuju ke arah pikun barangkali. Hal sepele, seperti menciumnya saja, harus
diingatkan berulan kali. Apa saya yang terlalu egois karena lebih nyaman dengan
dunia saya? Dunia lembar yang saya suka, terkadang membuat kebersamaan kami
(saya dan Kakak) seolah kualitasnya menjadi berkurang.
Betapa bodohnya saya, ya?
Kebutuhan non-verbal Kakak belum
sepenuhnya bisa saya penuhi. Manisiawi kalau memang lupa adalah sifat. Tetapi mengapa saya yang terus-menerus mendapat
teguran dari Kakak?
Maaf ya, Sayang. Bukannya Mama
lupa. Namun terkadang Mama berpikir, kita bisa bersama dua puluh empat jam
(meskipun aktivitas bersentuhan masih kerap) saja sudah cukup. Kakak sibuk
dengan mainannya, saya yang ribet dengan leptop dan buku, serta kadang kami (masih
dan tetap) saling bercanda satu sama lain.
Namun, pernyataan dan pertanyaan Mama
belum kiss, lho! Mama lupa ya?” membuat
saya sangat terperangah sekaligus tertohok, karena ternyata Kakak masih ‘haus’
kasih sayang. Semoga Kakak juga tidak pernah lelah untuk mengingatkan saya yang
pelupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar